Oleh Santa Prina
               WNI Bermukim di Belgia

Berbagai negara menerapkan kebijakan lockdown atau pembatasan mobilitas di negaranya berdasarkan perkiraan kecepatan virus Covid19 menyebar di negaranya. 

WHO turut dipersalahkan karena dianggap terlambat mengumumkan status ‘pandemic’ dan kurang mensosialisasikan informasi berdasarkan kajian para pakar kesehatan yang bekerja di bawah naungan WHO.

Sejak globalisasi digaungkan di awal millenium, mobilitas penduduk dunia melintasi batas antar negara meningkat pesat baik karena motif pariwisata, pertukaran tenaga kerja dan pelajar, pernikahan antar bangsa maupun motif ekonomi. 

Sebesar apapun skenario ekonomi global, semuanya berujung pada perekonomian mikro sebagai urat nadinya. Dampak kebijakan lockdown dan pembatasan mobilitas menyebabkan gelombang yang balik bergulung ke arah pusat pusaran ekonomi global. 

Menjamurnya bisnis virtual yang alas kontrak permodalannya belum banyak dipahami oleh pelaku bisnis menjadi siluman menakutkan karena pendataan kegiatan bisnisnya banyak menggunakan pseudo scheme, pseudo business operation, pseudo personnel, hingga pseudo financial & tax reports. 

Penerapan etika bisnis dari pelaku bisnis virtual sangatlah minim. Tentu saja kesadaran terhadap dampak kemanusiaannya belum memasukkan aspek tanggung jawab sosial perusahaan atas kegiatan usahanya. 

Hal yang terlihat di realita masa pandemic covid19 ini secara khusus di Indonesia terlihat gelagat terlantarnya personil yang menjadi tenaga kerja bisnis virtual. Akhirnya pemerintah dan masyarakat yang harus mengurusi mereka. 

Pandemic Covid19 menguji semangat kebersamaan dan adab perikemanusiaan setiap bangsa di seluruh dunia. 

Meskipun norma sosial kita pada situasi ini berubah menjadi saling menjaga jarak, namun ikatan persaudaraan kita harus semakin erat dan menyatu. 

Only love can keep us alive. 

Belgiia Sabtu 18/4/2020






Post a Comment

Lebih baru Lebih lama