Oleh : Himawan Sutanto
Pemerhati budaya politik
Ketika seorang Kepala Desa bernama Taufik Guntur Romli di sebuah desa kota Sukabumi memberikan surat terbuka kepada Presiden Jokowi viral di sosial media yang ada. Hal itu tidak berlangsung lama, kepala desa di daerah Subang juga melakukan hal yang sama dengan video yang viral tentang pembacanya surat terbukanya kepada Presiden Republik Indonesia.
Hal diatas menjadi menarik untuk dicermati. Sebab adanya wabah virus Corona (covid 19) menjadi pandemi, seluruh masyarakat menjadi cemas dan waspada terhadap penyebarannya. Sebab virus tersebut juga didalami oleh warga seluruh dunia.
Adapun data terkini dari dunia adalah secara global telah mencapai lebih dari 2,9 juta pasien. Lebih dari 206.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 869.000 orang telah sembuh, demikian menurut hitungan Johns Hopkins University.
Di Indonesia, penularan virus corona terkonfirmasi sejak awal Maret 2020 dan kini sudah mencapai lebih dari 9000 kasus. Penambahan kasus positif mulai melaju cepat sejak 6 April yakni sekitar 200-300 orang per hari dan sempat mencapai lebih dari 400 orang.
Sedangkan Kementerian Kesehatan mencatat penambahan kasus baru menurun, yakni 185 kasus positif. Namun pada Kamis tanggal 23 April 2020 penambahan kasus positif 357 pasien dan hari jum'atnya bertambah 436 pasien.
Sedangkan pada Senin, tanggal 27 April 2020, total kasus positif Covid-19 mencapai 9.096 kasus dengan jumlah kematian 765 orang dan sembuh 1.151 orang. Adapun data ini dirangkum data perkembangan di Indonesia berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan.
Kalau kita melihat data diatas sepertinya pertambahannya peredarannya terus mengalami kenaikan. Bahkan Amerika Serikat adalah jumlah pasien terbanyak yang menjadi korban virus tersebut.
Kebijakan yang membingungkan
Sepertinya kebijakan pemerintah tidak serta merta diterima oleh banyak kepala Desa ataupun kepala daerah. Dikarenakan kepala desa merasa diadu domba sama warganya. Sebab pendataan yang selama ini dirapatkan oleh RT, RW berbeda data yang dimiliki pemerintah pusat.
Karena data desa itu sangat penting dan dalam proses siapa yang perlu mendapat bantuan atau tidak. Sebab desa akan mampu membuat pemerintah desa untuk menyediakan bantuan terkait pandemi virus corona secara tepat.
Dalam video yang viral tersebut sosiolog Imam Prasojo memberikan perhatiannya dengan menulis di sosial media yang isinya adalah "Pendataan Tak Jujur, Sumber Permasalahannya".
Imam Prasojo menegaskan bahwa ekspresi kepala Desa adalah ekspesi wajah seperti itulah dan menjadi gambaran tepat bahwa "kesabaran itu ada batasnya." lebih jauh Imam mengatakan bahwa dia terbayang Pak Kepala Desa ini dadanya bergejolak, bergemuruh, menahan kedongkolan luar biasa. Hikmah hidup di era revolusi informasi, seorang kepala desa yang berada di daerah terpencil sekalipun, dapat memuntahkan "uneg-uneg" di dadanya ke Bupati, Gubernur, atau bahkan Presiden. Semoga ini menjadi bagian positif bagaimana kontrol sosial dilakukan.
Karena apa yang diungkapkan Kepala Desa ini pasti mewakili begitu banyak orang yang melihat dan mengalami hal sama. Pertanyaannya kita harus tahu bagaimana cara memperbaiki kesemrawutan pendataan bantuan nantinya ?
Sumbang saran itu baik dan semoga sumbang saran tak melebar ke kata-kata tak terkendali yang memancing emosi. Semoga kita dapat berpikir dingin untuk mencarikan solusi.
Kebijakan Yang Tumpang Tindih
Sepertinya pemerintah pusat justru gagap menghadapi virus corona yang 'terlambat' masuk Indonesia. Dalam sebulan sejak kasus pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia yakni pada 2 Maret 2020 lalu, jumlah korban virus corona terus bertambah secara masif. Bahkan, tingkat kematian di Indonesia tertinggi di antara negara lain.
Tidak hanya pemerintah pusat, sejumlah kebijakan di pemerintah daerah juga sering kali tidak klop dalam mengeluarkan keputusan untuk menanggulangi virus corona. Bahkan, di lingkungan Istana pun mereka tak kompak mengeluarkan pernyataan soal virus mematikan itu.
Adapun data tentang virus corona pun sering kali berbeda antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dianggap kurang transparan. Belum lagi masalah hoaks bermunculan di dunia maya, yang semakin membuat masyarakat keder.
Wajarlah jika para kepala desa sepertinya melakukan perlawanan, sebab mereka tidak mau di adu domba dengan warganya. Apalagi dengan bantuan sembako dan penggunaan dana desa yang ada dengan kebijakan Kementerian Sosial dengan program PKH yang akan memberikan BLT.
Hal itulah yang membuat para kepala desa, kepala daerah terkesan marah terhadap pemerintah pusat. Karena ketenangan yang sudah ada janganlah dipenuhi dengan silang pendapat antar pemerintah pusat sendiri dan akan di pindah kedaerah atau desa. Apakah perlawanan Kepala Desa akan terjadi? Kalau saja pemerintah memahami mekanisme kerja Kepala Desa haruslah diapresiasi, bukan dijadikan korban baru atas nama pencitraan.
Jakarta 28 April 2020
Posting Komentar