Saat pandemi Copid 19 banyak warga terpapar kemiskinan, kekurangan kebutuhan pokok, bahkan ada yang mengalami kelaparan.Hal itu disebabkan warga harus tinggal dirumah mengikuti aturan PSBB, penutupan pasar dan pelarangan kerumunan, sehingga mereka tidak dapat beraktifitas mencari nafkah, sejumlah perusahaanpun melakukan PHK.
Sementara pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah banyak memprogramkan bantuan dengan menggunakan sumber dana APBN, APBD serta dana hibah dari pihak lainya. Lembaga sosial masyarakatpun tidak tinggal diam memberikan bantuan. Melihat hal ini, bangsa kita telah menunjukan semangat kepedulian sosial dan kegotongroyongan yang tinggi.
Bantuan-bantuan tersebut diberikan dalam bentuk Sembako, uang dan kebutuhan lain melalui program Bansos, PKH, Kartu Pra Kerja, Pembebasan Tarif Listrik, Penguatan Program Padat Karya, Bantuan khusus Presiden dan sebagainya.
Namun dalam kenyataan lapangan setelah berbulan-bulan Covid 19 menyebar di tanah airbantuan tersebutnsepertinya masih "enak didengar susah didapat". Karena banyak warga miskin yang mengeluh belum menerima bantuan, bahkan berita media menyebutkan telah ada warga yang tidak makan seharian karena tak dapat atau terlambat menerima bantuan. Warga butuh kecepatan pendistribusian bantuan!
Sementara pemerintah berdalih, ketersendatan dan keterlambatan kucuruan bantuan antara lain disebab oleh keterlambatan pendataan keluarga atau nama yang berhak penerima. Karena dalam mendata petugas harus bekerja ekstra hati-hati agar bantuan tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.
Namun anehnya, akibat kerlambatan pendataan terjadi saling tuding menuding antar lembaga pemerintah sendiri, ada kepala daerah yang mencak-mencak kepada menteri, menuding pemerintah pusat tidak punya konsep yang jelas, ada gubernur yang menyayangkan keterlambatan pemerintah di bawahnya. Semestinya saling salah menyalahkan seperti itu tidak perlu terjadi, kan sama-sama pemerintah! Tapi ini indikasi birokrasi kita masih semrawut? Kita belum punya konsep birokrasi darurat?
Seperti dikutip Kompas.id,Gubernur Sumbar Irwan Prayitno di Padang, Rabu (29/4/2020), mengatakan, bansos belum dicairkan karena masih menunggu data dari kabupaten/kota. Sejauh ini, dari 19 kabupaten/kota, baru empat kabupaten yang menyerahkan data, yaitu Padang Panjang, Pariman, Sawahlunto, dan Agam.
“Data yang masuk itu sudah diproses di keuangan. Mungkin besok sudah bisa dikirim lewat pos dan diantar oleh petugas pos ke rumah penerima masing-masing. Rp 1,2 juta per keluarga untuk dua bulan. Kami masih menunggu data kabupaten/kota lainnya,” kata Irwan.
Namun Irwan memaklumi lamanya proses validasi data di tingkat kabupaten/kota. Sebab, pemerintah pusat berpesan agar penyaluran bantuan tidak tumpang tindih sehingga ada keluarga yang mendapat dua jenis bantuan. Proses validasi data menjadi kesulitan di lapangan.
Warga, terutama warga yang daerahnya menerapkan PSBB sangat membutuhkan kecepatan penyaluran bantuan, baik itu bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari bantuan dari pihak lain. Penanganan pandemi ini butuh kecepatan!***
Posting Komentar