Oleh : Himawan Sutanto 
                                                       Pemerhati budaya politik 


Belum berakhir dengan ke tidak jelasnya arah kebijakannya, Jokowi justru tampil dengan Najwa Shihab yang kemudian jadi viral dan guyonan para Nitizen tentang istilah mudik dan pulang kampung. Dalam kondisi seperti sekarang ini semua pejabat sekedar alat penghibur rakyat yang sedang berjuang melawan wabah virus covid 19 dirumah.

Baca juga : /kebijakan-lockdown-mulai-longgar.html

Tiba-tiba kita dikejutkan dengan pidato Prabowo diruang kerjanya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, yang berisi pembelaan terhadap Jokowi.

Pidato politik sang ketua

Dalam pidato yang diunggah di sosial media ini, untuk yang satu ini, Prabowo menyatakan salut dengan mengatakan "Saya bersaksi, bahwa Beliau [Jokowi] terus berjuang demi kepentingan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia. Saya melihat dari dekat cara-cara beliau mengambil keputusan, yakni selalu memikirkan keselamatan rakyat kecil," Selain itu, Prabowo juga memuji Jokowi sebagai sosok yang berkomitmen membersihkan pemerintahan dari penyakit korupsi.

Baca juga : /bahaya-ratusan-mortir-berserakan.html

Saya jadi ingat ketika Soekarno tidak menjaga jarak dengan DN. Aidit ketika kekuasaannya mulai mengalami kurangnya legitimasi politik dan aksi-aksi Mahasiswa dan pelajar marak dimana-mana. Soekarno merasa yakin bahwa selama DN.  Aidit masih disebelah kirinya, berarti masih bisa diatur. Sebab Aidit memanfaatkan kekuasaan Soekarno untuk melakukan kudeta dan entah siapa yang melakukannya semua menjadi bahan diskusi yang tak pernah selesai dikalangan sejarahwan dan politisi.
Hal diatas hanya sebagai gambaran saja, ketika dalam menghadapi pandemi yang belum tentu bisa diprediksi, sosok Prabowo memberikan pujian kepada Jokowi yang jelas pasti sebagai pembantunya. Tapi tidak menggunakan posisi sebagai Menhan, melainkan sebagai Ketua Umum Partai. Apalagi Luhut sebagai Menkonya Jokowi mengatakan bahwa menggunakan strategi perang militer yang jauh dari substansi persoalannya. Gojekan, celometan para pejabat istana tidak memiliki dampak yang bagus untuk legitimasi politik Jokowi.

Baca juga : /pasien-positif-terpapar-covid-19.html

Seperti teori Gaetano Mosca (dalam Haryanto, 2005:145) dalam bukunya bahwa pengakuan terhadap elit yang memiliki legitimasi adalah terdapatnya suatu keyakinan yang menunjukkan mengapa ‘the rullers’  (pemimpin atau penguasa) dipatuhi kepemimpinannya. Pemimpin atau aturan yang keluar dari pemimpin akan dipatuhi jika pemimpin memiliki legitimasi.

Melihat teori diatas, pemahaman saya justru menjadi lain, sebab Prabowo adalah kompetitor Jokowi di pilpres dan kalah. Lalu sebagai seorang patriot dia menerima tawaran menteri pada pilpres ke dua dengan alasan untuk rekonsiliasi bangsa.

Baca juga : tanpa-pesta-artis-zaskia-gotik.html

Pidato itu juga memberikan pesan dan kesan yang secara implisit  bahwa secara legitimasi politik Jokowi sudah habis dan lebih jauh Prabowo menyatakan "untuk itu, saya meminta kepada seluruh saudara yang telah mendukung saya dalam mengambil keputusan berat [masuk dalam koalisi Jokowi], untuk percaya bahwa saya tidak akan mengambil keputusan yang merugikan partai. Kita harus mendukung unsur-unsur pimpinan kita".

Baca juga : terhalang-cinta-karena-corona-.html

Bahkan dijelaskan lebih jauh oleh David Easton (dalam Alonso, 2011:80), legitimasi adalah keyakinan dari anggota masyarakat yang mentaati dan menerima berbagai kebijakan yang dibuat dan haknya telah dipenuhi oleh penguasa sebuah rezim. Legitimasi merupakan sebuah konsep keterikatan yang kuat antara pemimpin/pemerintah dan masyarakat yang dipimpin.

Ironis memang, tapi Kenyataan diatas membuktikan bahwa Prabowo meyakini adanya ketidak percayaan kepada Istana terhadap penanganan wabah virus ini yang tidak jelas. Lalu Prabowo ingin menyatakan pada pendukungnya bahwa dia masih ada dan konsisten ingin membantu rakyat.***

Jakarta, 25 April 2020.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama